“Jenis busi ini harus dipilih berdasarkan karakteristik mesin dan rekomendasi OEM (Original Equipment Manufacturer), dan ketika itu sudah ditentukan, baru bisa menentukan peningkatan tingkatan panasnya berdasar kode CPR,” jelas Diko.
“Contoh kalau misal OEM kita CPR 8, seperti yang ada di NMAX, ya sudah kalau kalian mau eksperimen, modifikasi mesin, ya naik aja satu tingkat jadi CPR 9, nggak boleh turun,” tuturnya.
“Karena ketika turun, businya akan terjadi overheat, tapi kalau misalkan naik, setidaknya paling jelek itu adalah (deposit) karbon, tapi nggak langsung merusak mesin.”
CPR adalah kependekan dari “Cold Plug Rating” yang dinilai berdasar angka setelahnya. Busi yang tergolong sebagai busi panas biasanya memiliki nilai CPR 6 atau di bawahnya, sementara busi dingin memiliki nilai CPR 7 atau lebih tinggi.
“Namun kategorisasi itu akan kembali bergantung pada merek,” tegas Diko.
Jangan Pakai Busi Nikel Untuk Modifikasi
Busi motor standar OEM umumnya menggunakan material nikel. Diko menyebutkan, bahwa busi standar jenis nikel tidak cocok untuk performa atas karena materialnya yang mudah meleleh.
Kalau ingin melakukan modifikasi peningkatan mesin seperti pada cc alias kapasitas silinder kendaraan, pengguna disarankan untuk memilih busi khusus performa.
“Kalau misalkan kalian ada modifikasi 150 jadi 300 cc, jangan lagi pakai nikel, cepat leleh dia materialnya.”
“Ketika teman-teman mau modifikasi lebih ekstrem lagi, jangan pakai nikel. Karena kita (NGK) sudah menawarkan platinum dan iridium. Karena itu secara konsep kita ciptakan memang buat tahan dengan kondisi suhu mesin yang memang sudah di luar standar,” Diko menegaskan.
Sumber ; https://automoto.id/biar-busi-bekerja-optimal-berikut-saran-dari-produsennya/